Senin, Juni 29, 2009
Laporan Keuangan Pemprov Diragukan
MEDIA JAMBI — Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jambi tahun 2008 mulai diragukan sejumlah Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi, karena terungkapnya beberapa kejanggalan. Terutama, terkait banyaknya rekomendasi dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Jambi, Juni 2009 lalu yang tidak sesuai fakta.
“Program pembangunan belum berjalan sebagaimana mestinya. Banyak masalah yang harus diselesaikan jika melihat rekomendasi BPK RI Perwakilan Jambi,” ujar Sofyan Pangaribuan, Anggota Fraksi Indonesia Perjuangan pada Sidang Paripurna pandangan akhir fraksi atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jambi, Rabu (24/6).
Kejanggalan tersebut seperti tidak jelasnya jumlah dan aliran dana hasil penyewaan alat berat dibawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum. Sejak tahun 2005 hingga 2008, telah dianggarkan dana sebesar Rp 27,7 miliar untuk pembelian 25 alat berat. Sementara kontribusi sewa yang berhasil dikumpulkan hanya sekitar Rp 100 juta setiap tahun.
Jumlah ini, menurut Sofyan hanya setara satu alat berat selama empat bulan. “Jadi uang hasil penyewaan 24 alat berat lain kemana?,” tanya Sofyan. Dalam Laporan Keuangan APBD Provinsi Jambi, juga tidak disebutkan arah penggunaan uang sewa tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Provinsi Jambi memperlihatkan, alat berat jarang berada di Dinas Pekerjaan Umum karena terpakai atau disewa untuk satu pekerjaan.
Sehingga dipastikan, terdapat potensi kerugian negara akibat tidak diketahuinya jumlah dan penggunaan uang hasil sewa tersebut. “Jika disebutkan, uang sewa digunakan untuk pemeliharaan jalan yang tidak dianggarkan dalam APBD maupun APBN, hal ini tidak dapat dibenarkan,” ujar Sofyan.
Mengingat dana pengerjaan jalan sudah termasuk dana pemeliharaannya. Apalagi, dana pemeliharaan jalan selalu dianggarkan dalam APBD maupun APBN setiap tahun.
Kejanggalan lain yang diungkap ini yaitu pelepasan aset tanah milik Pemerintah Provinsi senilai Rp 11,113 miliar. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan disebutkan, pelepasan aset daerah lebih dari Rp 5 miliar harus melalui persetujuan Dewan.
Sejauh ini, lanjut Sofyan dalam pandangan akhir fraksinya, Dewan tidak pernah menerima pemberitahuan maupun diminta persetujuan terkait pelepasan aset tersebut. Fraksi PDIP, telah coba mengklarifikasi permasalahan ini bersama SKPD terkait.
“Namun SKPD tersebut tidak menghadiri undangan dewan untuk klarifikasi,” ujarnya. Hal terakhir yang menjadi sorotan Fraksi terkait pembangunan Jembatan Batanghari II. Dokumen yang dikumpulkan Fraksi maupun Komisi III menyebutkan, kontrak pembangunan jembatan tidak termasuk pengaspalan sepanjang 1.500 meter.
“Kontrak pekerjaan hanya pada pengecoran lantai jembatan bila sudah tersambung,” katanya. Untuk pengaspalan, dibutuhkan dana tambahan yang tidak dianggarkan dalam APBD Murni tahun 2009. Sumber dana tambahan, hanya bisa diambil dari dana APBD Perubahan tahun 2009. “Artinya, sampai akhir tahun 2009 jembatan ini tidak akan selesai 100 persen,” kata Sofyan. Fraksi ini juga menyesalkan, masih ditunjuknya rekanan yang telah di black list BPK untuk mengerjakan satu proyek pemerintah.
Ketua BPK RI Perwakilan Jambi, Erwin usai Sidang mengatakan, sisi administrasi pada pengerjaan Jembatan Batanghari II tergolong bagus. Tapi kesalahan fatal, menurut Erwin memang sudah terjadi sejak awal pembangunan tahun 2003 lalu.
Kesalahan ini terkait sistem multiyears yang diterapkan dalam pembangunannya. “Tapi sistem dana multiyears nya hanya separuh,” ujarnya. Seharusnya, dana untuk pembangunnya harus dipersiapkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Temuan BPK yang diungkap sejumlah Fraksi dalam Sidang Paripurna, menurut Erwin harus mampu ditindaklanjuti oleh Gubernur Jambi dan tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. “Kita harus membangun sistem kedepan, sehingga tindak lanjut temuan BPK tidak diabaikan,” ujar Erwin.
Kepala Inspektorat Provinsi Jambi, Fauzi Syam yang coba dihubungi Media Jambi, Sabtu dan Minggu via telepon, tidak juga memberi jawaban. Ponsel yang dihubungi tidak aktif, disamping pesan singkat yang dikirim untuk konfirmasi juga tidak dibalas.(jun)
“Program pembangunan belum berjalan sebagaimana mestinya. Banyak masalah yang harus diselesaikan jika melihat rekomendasi BPK RI Perwakilan Jambi,” ujar Sofyan Pangaribuan, Anggota Fraksi Indonesia Perjuangan pada Sidang Paripurna pandangan akhir fraksi atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jambi, Rabu (24/6).
Kejanggalan tersebut seperti tidak jelasnya jumlah dan aliran dana hasil penyewaan alat berat dibawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum. Sejak tahun 2005 hingga 2008, telah dianggarkan dana sebesar Rp 27,7 miliar untuk pembelian 25 alat berat. Sementara kontribusi sewa yang berhasil dikumpulkan hanya sekitar Rp 100 juta setiap tahun.
Jumlah ini, menurut Sofyan hanya setara satu alat berat selama empat bulan. “Jadi uang hasil penyewaan 24 alat berat lain kemana?,” tanya Sofyan. Dalam Laporan Keuangan APBD Provinsi Jambi, juga tidak disebutkan arah penggunaan uang sewa tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Provinsi Jambi memperlihatkan, alat berat jarang berada di Dinas Pekerjaan Umum karena terpakai atau disewa untuk satu pekerjaan.
Sehingga dipastikan, terdapat potensi kerugian negara akibat tidak diketahuinya jumlah dan penggunaan uang hasil sewa tersebut. “Jika disebutkan, uang sewa digunakan untuk pemeliharaan jalan yang tidak dianggarkan dalam APBD maupun APBN, hal ini tidak dapat dibenarkan,” ujar Sofyan.
Mengingat dana pengerjaan jalan sudah termasuk dana pemeliharaannya. Apalagi, dana pemeliharaan jalan selalu dianggarkan dalam APBD maupun APBN setiap tahun.
Kejanggalan lain yang diungkap ini yaitu pelepasan aset tanah milik Pemerintah Provinsi senilai Rp 11,113 miliar. Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan disebutkan, pelepasan aset daerah lebih dari Rp 5 miliar harus melalui persetujuan Dewan.
Sejauh ini, lanjut Sofyan dalam pandangan akhir fraksinya, Dewan tidak pernah menerima pemberitahuan maupun diminta persetujuan terkait pelepasan aset tersebut. Fraksi PDIP, telah coba mengklarifikasi permasalahan ini bersama SKPD terkait.
“Namun SKPD tersebut tidak menghadiri undangan dewan untuk klarifikasi,” ujarnya. Hal terakhir yang menjadi sorotan Fraksi terkait pembangunan Jembatan Batanghari II. Dokumen yang dikumpulkan Fraksi maupun Komisi III menyebutkan, kontrak pembangunan jembatan tidak termasuk pengaspalan sepanjang 1.500 meter.
“Kontrak pekerjaan hanya pada pengecoran lantai jembatan bila sudah tersambung,” katanya. Untuk pengaspalan, dibutuhkan dana tambahan yang tidak dianggarkan dalam APBD Murni tahun 2009. Sumber dana tambahan, hanya bisa diambil dari dana APBD Perubahan tahun 2009. “Artinya, sampai akhir tahun 2009 jembatan ini tidak akan selesai 100 persen,” kata Sofyan. Fraksi ini juga menyesalkan, masih ditunjuknya rekanan yang telah di black list BPK untuk mengerjakan satu proyek pemerintah.
Ketua BPK RI Perwakilan Jambi, Erwin usai Sidang mengatakan, sisi administrasi pada pengerjaan Jembatan Batanghari II tergolong bagus. Tapi kesalahan fatal, menurut Erwin memang sudah terjadi sejak awal pembangunan tahun 2003 lalu.
Kesalahan ini terkait sistem multiyears yang diterapkan dalam pembangunannya. “Tapi sistem dana multiyears nya hanya separuh,” ujarnya. Seharusnya, dana untuk pembangunnya harus dipersiapkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Temuan BPK yang diungkap sejumlah Fraksi dalam Sidang Paripurna, menurut Erwin harus mampu ditindaklanjuti oleh Gubernur Jambi dan tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. “Kita harus membangun sistem kedepan, sehingga tindak lanjut temuan BPK tidak diabaikan,” ujar Erwin.
Kepala Inspektorat Provinsi Jambi, Fauzi Syam yang coba dihubungi Media Jambi, Sabtu dan Minggu via telepon, tidak juga memberi jawaban. Ponsel yang dihubungi tidak aktif, disamping pesan singkat yang dikirim untuk konfirmasi juga tidak dibalas.(jun)
Batanghari II Masuk Tahap Penindakan
MEDIAJAMBI — Jembatan Batanghari II kini memasuki episode baru. Setelah mendapat sorotan tajam berulangkali karena tak kunjung selesai dibangun, kini, jeratan hokum menanti. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menindak lanjuti pengaduan masyarakat (Dumas) ke tahap penindakan.
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat melalui nota dinas nomor: ND-476/40-43/05/2009 tanggal 12 Mei 2009 meneruskan berkas pengaduan kepada Bidang Penindakan KPK sebagai bahan kegiatan koordinasi dan supervisi. Surat yang ditujukan kepada pelapor LSM Jaringan Rakyat Anti Korupsi (Jarak) yang diketuai M Hasan ditandatangani oleh Handoyo Sudradjat, a.n Pimpinan, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Ketua LSM Jarak M Hasan saat dihubungi Media Jambi Sabtu kemarin mengatakan, menerima surat dari KPK itu tertanggal 25 Mei dengan nomor surat : R-2090/40-43/05/2009. “Surat ini langsung saya jemput ke Jakarta, kantor KPK Jalan HR Rasuna Said. Terus terang saya tidak mau kasus Batanghari II bisa lolos, makanya saya tongkrongi terus,” ungkapnya.
Dikatakannya, apabila nantinya KPK turun mengungkap kasus Batanghari II, makanya cukup banyak pihak-pihak tertentu—yang terseret dan terlibat. “Saya yakin kasus penyimpangan pada megaproyek Batanghari II akan terbongkar. Karena KPK tidak bisa diajak kompromi,” ucapnya.
LSM Jarak yang sudah lama mengikuti pembangunan Jembatan Batanghari menduga ada penyimpangan dalam penggunaan anggarannya. Karena proyek yang mulai dibangun tahun 2003 oleh PT Hutama Karya, PT Pembangunan Perumahan dan PT Agro Budi Karya Marga (joint operation) dengan anggaran Rp 94 miliar dan membengkak menjadi Rp 161 miliar.
“Dari sinilah kita mempertanyakannya ada apa dibalik ini semua. Apalagi, ada kesan pihak Dinas Kimpraswil tidak transparan dan seperti menutup-nutupi dalam hal penggunaan anggarannya,” ujar Hasan. “Kita semua berharap, agar KPK segera melakukan
penindakan terhadap oknum-oknum pejabat, tanpa pandang bulu siapa dia,” tandasnya.
Sumber Media Jambi menyebutkan, ditingkatkannya dari Dumas ke penindakan berarti menunjukkan keseriusan KPK—untuk mengungkap dugaan korupsi pada Batanghari II. “Upaya KPK untuk mengungkap dugaan korupsi ini patut kita dukung. Betapa tidak, karena selama ini pengaduan tentang dugaan korupsi Batanghari ke institusi penegak hukum di Jambi mandul,” ujar sumber itu.
Nyatakan Gagal
Sementara itu, sekitar 40 perwakilan mahasiswa tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Badan Eksekutif Mahasiswa IAIN STS Jambi, menyatakan proyek pembangunan Jembatan Batanghari II Gagal.
Dalam aksi unjuk rasa yang digelar di Kantor Gubernur Jambi, Selasa (23/6), Ketua Umum PMII Jambi, Abdul Madjid mengatakan, jadwal penyelesaian jembatan Batanghari II semakin tidak pasti. “Jembatan ditargetkan selesai dalam 760 hari, namun saat ini belum terealisasi sebagaimana mestinya,” ujar Madjid.
Apalagi, dari perkiraan dana awal Rp 94,045 miliar, membengkak hingga Rp 161, 392 miliar. Dengan dana bertambah hingga dua kali lipat, menurutnya lebih dari cukup untuk menyelesaikan pembangunannya.
“Bahkan pemerintah pusat tidak lagi memberikan bantuan untuk kelanjutan pembangunannya,” tambah Madjid. Gubernur Jambi, menurut Mahasiswa ikut bertanggungjawab atas keterlambatan penyelesaiannya. Terlebih, beberapa kali janji penyelesaian disampaikan Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin.
Presiden BEM IAIN, Afriyoga Felmi mengatakan, Gubernur harus mampu bertindak tegas terhadap pejabat yang berwenang dalam pembangunan megaproyek ini. “Gubernur harus tegas, pecat Kadis Kimpraswil,” ujar para mahasiswa.
Mahasiwa juga meminta, Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Jambi meng audit penggunaan anggaran pembangunannya. Disamping KPK mengusut tuntas semua penyelesengan dana dalam proyek ini.
Mahasiswa juga menilai, proyek Batanghari II menjadi alat bagi komersialisasi rakyat. Dalam bentuk penambahan dana yang terjadi setiap tahun.
Asisten II, M Zubaidi AR dan Asisten III, Satria Budhi yang menemui mahasiswa tersebut memberikan sejumlah pernyataan.
“Kami terus melakukan percepatan, sesuai hukum kontrak, 31 Agustus 2009 harus selesai,” ujar Satria. Juga dikatakan, tidak ada penambahan dana baru untuk penyelesaian pembangunan jembatan ini.
Meski demikian, Satria tidak dapat menyebutkan alasan keterlambatan penyelesaiannya saat ditanya mahasiswa. “Kalau masalah teknis, Kadis Kimpraswil yang lebih tahu,” katanya.
Salahi Undang-undang
Tenaga ahli Komisi III DPRD Provinsi Jambi, Anas S Nhaora mengatakan, rencana pembangunan Jembatan Batanghari II sudah menyalahi undang-undang. Sistem multiyears yang diterapkan dalam pembangunan, seharusnya menjadi satu kesatuan kontrak dari awal.
Sesuai Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dalam peraturan disebutkan, pembangunan jembatan harus dilakukan dalam satu kesatuan kontruksi yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kegiatan konstruksi.
“Pada kenyataanya, disisi pelaksanaan kontrak dibuat tahun pertahun. Sehingga pertanggungjawaban juga ada setiap tahun,” ujar Anas. Seharusnya, harus dibuat satu kontrak dari awal hingga selesai. Namun setiap tahun, dibuat kembali suplemen kontrak yang menjadi bagian dari kontrak awal.
Kedatangan tenaga ahli ke lokasi proyek beberapa waktu lalu memperlihatkan, hanya terdapat beberapa pekerja dibagian baja lengkung. Sedangkan di base camp sendiri, tidak terdapat dokumentasi proyek sebagai gambaran progres pembangunannya. (wan/jun)
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat melalui nota dinas nomor: ND-476/40-43/05/2009 tanggal 12 Mei 2009 meneruskan berkas pengaduan kepada Bidang Penindakan KPK sebagai bahan kegiatan koordinasi dan supervisi. Surat yang ditujukan kepada pelapor LSM Jaringan Rakyat Anti Korupsi (Jarak) yang diketuai M Hasan ditandatangani oleh Handoyo Sudradjat, a.n Pimpinan, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Ketua LSM Jarak M Hasan saat dihubungi Media Jambi Sabtu kemarin mengatakan, menerima surat dari KPK itu tertanggal 25 Mei dengan nomor surat : R-2090/40-43/05/2009. “Surat ini langsung saya jemput ke Jakarta, kantor KPK Jalan HR Rasuna Said. Terus terang saya tidak mau kasus Batanghari II bisa lolos, makanya saya tongkrongi terus,” ungkapnya.
Dikatakannya, apabila nantinya KPK turun mengungkap kasus Batanghari II, makanya cukup banyak pihak-pihak tertentu—yang terseret dan terlibat. “Saya yakin kasus penyimpangan pada megaproyek Batanghari II akan terbongkar. Karena KPK tidak bisa diajak kompromi,” ucapnya.
LSM Jarak yang sudah lama mengikuti pembangunan Jembatan Batanghari menduga ada penyimpangan dalam penggunaan anggarannya. Karena proyek yang mulai dibangun tahun 2003 oleh PT Hutama Karya, PT Pembangunan Perumahan dan PT Agro Budi Karya Marga (joint operation) dengan anggaran Rp 94 miliar dan membengkak menjadi Rp 161 miliar.
“Dari sinilah kita mempertanyakannya ada apa dibalik ini semua. Apalagi, ada kesan pihak Dinas Kimpraswil tidak transparan dan seperti menutup-nutupi dalam hal penggunaan anggarannya,” ujar Hasan. “Kita semua berharap, agar KPK segera melakukan
penindakan terhadap oknum-oknum pejabat, tanpa pandang bulu siapa dia,” tandasnya.
Sumber Media Jambi menyebutkan, ditingkatkannya dari Dumas ke penindakan berarti menunjukkan keseriusan KPK—untuk mengungkap dugaan korupsi pada Batanghari II. “Upaya KPK untuk mengungkap dugaan korupsi ini patut kita dukung. Betapa tidak, karena selama ini pengaduan tentang dugaan korupsi Batanghari ke institusi penegak hukum di Jambi mandul,” ujar sumber itu.
Nyatakan Gagal
Sementara itu, sekitar 40 perwakilan mahasiswa tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Badan Eksekutif Mahasiswa IAIN STS Jambi, menyatakan proyek pembangunan Jembatan Batanghari II Gagal.
Dalam aksi unjuk rasa yang digelar di Kantor Gubernur Jambi, Selasa (23/6), Ketua Umum PMII Jambi, Abdul Madjid mengatakan, jadwal penyelesaian jembatan Batanghari II semakin tidak pasti. “Jembatan ditargetkan selesai dalam 760 hari, namun saat ini belum terealisasi sebagaimana mestinya,” ujar Madjid.
Apalagi, dari perkiraan dana awal Rp 94,045 miliar, membengkak hingga Rp 161, 392 miliar. Dengan dana bertambah hingga dua kali lipat, menurutnya lebih dari cukup untuk menyelesaikan pembangunannya.
“Bahkan pemerintah pusat tidak lagi memberikan bantuan untuk kelanjutan pembangunannya,” tambah Madjid. Gubernur Jambi, menurut Mahasiswa ikut bertanggungjawab atas keterlambatan penyelesaiannya. Terlebih, beberapa kali janji penyelesaian disampaikan Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin.
Presiden BEM IAIN, Afriyoga Felmi mengatakan, Gubernur harus mampu bertindak tegas terhadap pejabat yang berwenang dalam pembangunan megaproyek ini. “Gubernur harus tegas, pecat Kadis Kimpraswil,” ujar para mahasiswa.
Mahasiwa juga meminta, Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Jambi meng audit penggunaan anggaran pembangunannya. Disamping KPK mengusut tuntas semua penyelesengan dana dalam proyek ini.
Mahasiswa juga menilai, proyek Batanghari II menjadi alat bagi komersialisasi rakyat. Dalam bentuk penambahan dana yang terjadi setiap tahun.
Asisten II, M Zubaidi AR dan Asisten III, Satria Budhi yang menemui mahasiswa tersebut memberikan sejumlah pernyataan.
“Kami terus melakukan percepatan, sesuai hukum kontrak, 31 Agustus 2009 harus selesai,” ujar Satria. Juga dikatakan, tidak ada penambahan dana baru untuk penyelesaian pembangunan jembatan ini.
Meski demikian, Satria tidak dapat menyebutkan alasan keterlambatan penyelesaiannya saat ditanya mahasiswa. “Kalau masalah teknis, Kadis Kimpraswil yang lebih tahu,” katanya.
Salahi Undang-undang
Tenaga ahli Komisi III DPRD Provinsi Jambi, Anas S Nhaora mengatakan, rencana pembangunan Jembatan Batanghari II sudah menyalahi undang-undang. Sistem multiyears yang diterapkan dalam pembangunan, seharusnya menjadi satu kesatuan kontrak dari awal.
Sesuai Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dalam peraturan disebutkan, pembangunan jembatan harus dilakukan dalam satu kesatuan kontruksi yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kegiatan konstruksi.
“Pada kenyataanya, disisi pelaksanaan kontrak dibuat tahun pertahun. Sehingga pertanggungjawaban juga ada setiap tahun,” ujar Anas. Seharusnya, harus dibuat satu kontrak dari awal hingga selesai. Namun setiap tahun, dibuat kembali suplemen kontrak yang menjadi bagian dari kontrak awal.
Kedatangan tenaga ahli ke lokasi proyek beberapa waktu lalu memperlihatkan, hanya terdapat beberapa pekerja dibagian baja lengkung. Sedangkan di base camp sendiri, tidak terdapat dokumentasi proyek sebagai gambaran progres pembangunannya. (wan/jun)
Temuan BPK RI
Kerugian Daerah Ratusan Miliar
MEDIA JAMBI — Ratusan miliar dana APBD Provinsi Jambi bakal menguap dan sia-sia akibat belum ditindaklanjutinya temuan 58 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jambi sejak tahun 2003 hingga tahun 2008 ini. Banyak pejabat yang terkait dengan temuan itu, tidak peduli dan mengancam ketidakpercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan.
Gubernur, selaku pemegang kebijakan direkomendasikan segera menyelesaikan setiap temuan untuk transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan keuangan daerah.
Kepala BPK Perwakilan Jambi, Erwin SH Mhum kepada Media Jambi, Rabu (24/6) lalu mengatakan, belum ditindaklanjutinya beberapa rekomendasi tidak sesuai Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan. Hal ini terjadi, akibat ketidakpedulian pejabat dalam menindaklanjutinya. Termasuk, inspektur Wilayah Jambi belum optimal mengkoordinasikan penyelesaian tindak lanjut dari pejabat terkait.
Padahal jika kondisi ini terus berlanjut, dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan tata kelola pemerintahan yang baik disisi akuntabilitas dan transparansi. “Pihak BPK RI, hanya berwenang melakukan pemeriksaan, melaporkan temuan dan merekomendasikan gubernur untuk menyelesaikan setiap temuan yang ada,” ujar Erwin.
Erwin juga menyesalkan, belum efektifnya pelaksanaan UU tersebut di lapangan. Padahal, dalam UU disebutkan, adanya ancaman pidana atau denda jika temuan tidak ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari sejak rekomendasi disampaikan.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan setiap temuan akan ditindaklanjuti aparat penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Jika memang cukup bukti dan alat bahwa temuan terindikasi merugikan keuangan daerah.
Setiap temuan, di ekspose di website BPK. Dari sana, jika Kejaksaan maupun Kepolisian menilai ada unsur pidana atau perdata, BPK siap memberikan keterangan dan data tambahan.
“Namun sampai sekarang, BPK hanya sebatas melakukan pemeriksaan terhadap semua laporan keuangan dan belanja daerah,” tambahnya.
Asisten Intel Kejari Jambi, Andi Muhammad Iqbal mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima audit BPK, sehingga belum bisa bertindak banyak. “Jika audit BPK telah kami terima, maka akan kami pelajari terlebih dahulu,” katanya. kepada Media Jambi, Jum’at pekan lalu.Pihaknya tidak mau terburu-buru dalam menangani kasus ini. Temuan harus dipelajari terlebih dahulu untuk mengetahui ada atau tidak tindakan pidana yang terjadi. (joe/jun)
MEDIA JAMBI — Ratusan miliar dana APBD Provinsi Jambi bakal menguap dan sia-sia akibat belum ditindaklanjutinya temuan 58 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jambi sejak tahun 2003 hingga tahun 2008 ini. Banyak pejabat yang terkait dengan temuan itu, tidak peduli dan mengancam ketidakpercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan.
Gubernur, selaku pemegang kebijakan direkomendasikan segera menyelesaikan setiap temuan untuk transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan keuangan daerah.
Kepala BPK Perwakilan Jambi, Erwin SH Mhum kepada Media Jambi, Rabu (24/6) lalu mengatakan, belum ditindaklanjutinya beberapa rekomendasi tidak sesuai Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan. Hal ini terjadi, akibat ketidakpedulian pejabat dalam menindaklanjutinya. Termasuk, inspektur Wilayah Jambi belum optimal mengkoordinasikan penyelesaian tindak lanjut dari pejabat terkait.
Padahal jika kondisi ini terus berlanjut, dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan tata kelola pemerintahan yang baik disisi akuntabilitas dan transparansi. “Pihak BPK RI, hanya berwenang melakukan pemeriksaan, melaporkan temuan dan merekomendasikan gubernur untuk menyelesaikan setiap temuan yang ada,” ujar Erwin.
Erwin juga menyesalkan, belum efektifnya pelaksanaan UU tersebut di lapangan. Padahal, dalam UU disebutkan, adanya ancaman pidana atau denda jika temuan tidak ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari sejak rekomendasi disampaikan.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan setiap temuan akan ditindaklanjuti aparat penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Jika memang cukup bukti dan alat bahwa temuan terindikasi merugikan keuangan daerah.
Setiap temuan, di ekspose di website BPK. Dari sana, jika Kejaksaan maupun Kepolisian menilai ada unsur pidana atau perdata, BPK siap memberikan keterangan dan data tambahan.
“Namun sampai sekarang, BPK hanya sebatas melakukan pemeriksaan terhadap semua laporan keuangan dan belanja daerah,” tambahnya.
Asisten Intel Kejari Jambi, Andi Muhammad Iqbal mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima audit BPK, sehingga belum bisa bertindak banyak. “Jika audit BPK telah kami terima, maka akan kami pelajari terlebih dahulu,” katanya. kepada Media Jambi, Jum’at pekan lalu.Pihaknya tidak mau terburu-buru dalam menangani kasus ini. Temuan harus dipelajari terlebih dahulu untuk mengetahui ada atau tidak tindakan pidana yang terjadi. (joe/jun)
Gubernur Siap Dipanggil BK
MEDIAJAMBI— Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin menyatakan kesiapannya jika dipanggil Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Jambi untuk dimintai keterangan terkait pengaduan Pemprov Jambi ke BK atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Suwarno Soerinta.
“Saya tidak keberatan jika diperlukan BK untuk dimintai keterangan. Saya dan jajaran tetap tidak terima dikatakan kinerjanya hanya ‘nol koma nol’,” katanya, Kamis pekan lalu.
BK DPRD Provinsi Jambi sudah mulai mengkaji laporan pengaduan Pemprov Jambi atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Suwarno Soerinta beberapa waktu lalu.
Rencananya BK akan memanggil pihak pelapor, yakni Pemprov dan terlapor, Suwarno Soerinta untuk dimintai keterangannya. BK juga akan memanggil saksi untuk menambah informasi guna penyelesaian masalah.
BK sendiri hingga kini masih mengkaji secara serius pengaduan Pemprov ini. Ketua BK DPRD Provinsi Jambi Haris Fadilah menegaskan BK tidak mau gegabah dalam menyelesaikan pengaduan ini.
“Kita harus berhati-hati dalam membahas pengaduan ini. Terlapor dan pelapor adalah pejabat terhormat. Saya mengimbau rekan-rekan BK agar objektif dalam membahasnya,” tambahnya.
Namun pengaduan Pemprov ini ternyata menuai kritikan dari kalangan dewan seperti Fraksi Golkar yang disampaikan oleh Khabri Muis yang menyatakan setiap anggota dewan yang menyampaikan pendapatnya untuk menilai pembangunan dilindungi oleh undang-undang.
Dalam susunan dan kedudukan anggota DPRD dan lebih jauh setiap anggota dewan dapat meminta pengawas independen dalam menilai sebuah kerja yang dianggap tidak sesuai sasaran atau merugikan masyarakat. Dan dapat pula membuatkan laporan lanjutan, kepada pihak penegak hukum, baik tingkat provinsi maupun tingkat pusat.
“Kami mengakui bahwa ada sikap beberapa anggota dewan yang dianggap seolah-olah keluar dari koridor etika tata tertib, padahal tidak demikian,” katanya.
Tak hanya Fraksi Golkar, Fraksi Keadilan Marhaen (FKM) juga mengkritisi sikap pengaduan yang dilakukan Pemprov. Syafrudin Dwi Apriyanto, Sekretaris FKM mengatakan, berbagai kritikan yang muncul tidak perlu ditanggapi secara berlebihan dan sekadar dengan narasi. Semua itu hanya akan menguras energi positif, dan cara menjawab kritik yang elegan ialah dengan kerja nyata di lapangan.
FKM menyarankan agar Gubernur fokus untuk mengevaluasi kinerja setiap dinas dan dinas perlu menambah kecepatan gerak untuk menjalankan program-program unggulan.(wan/ant)
“Saya tidak keberatan jika diperlukan BK untuk dimintai keterangan. Saya dan jajaran tetap tidak terima dikatakan kinerjanya hanya ‘nol koma nol’,” katanya, Kamis pekan lalu.
BK DPRD Provinsi Jambi sudah mulai mengkaji laporan pengaduan Pemprov Jambi atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Suwarno Soerinta beberapa waktu lalu.
Rencananya BK akan memanggil pihak pelapor, yakni Pemprov dan terlapor, Suwarno Soerinta untuk dimintai keterangannya. BK juga akan memanggil saksi untuk menambah informasi guna penyelesaian masalah.
BK sendiri hingga kini masih mengkaji secara serius pengaduan Pemprov ini. Ketua BK DPRD Provinsi Jambi Haris Fadilah menegaskan BK tidak mau gegabah dalam menyelesaikan pengaduan ini.
“Kita harus berhati-hati dalam membahas pengaduan ini. Terlapor dan pelapor adalah pejabat terhormat. Saya mengimbau rekan-rekan BK agar objektif dalam membahasnya,” tambahnya.
Namun pengaduan Pemprov ini ternyata menuai kritikan dari kalangan dewan seperti Fraksi Golkar yang disampaikan oleh Khabri Muis yang menyatakan setiap anggota dewan yang menyampaikan pendapatnya untuk menilai pembangunan dilindungi oleh undang-undang.
Dalam susunan dan kedudukan anggota DPRD dan lebih jauh setiap anggota dewan dapat meminta pengawas independen dalam menilai sebuah kerja yang dianggap tidak sesuai sasaran atau merugikan masyarakat. Dan dapat pula membuatkan laporan lanjutan, kepada pihak penegak hukum, baik tingkat provinsi maupun tingkat pusat.
“Kami mengakui bahwa ada sikap beberapa anggota dewan yang dianggap seolah-olah keluar dari koridor etika tata tertib, padahal tidak demikian,” katanya.
Tak hanya Fraksi Golkar, Fraksi Keadilan Marhaen (FKM) juga mengkritisi sikap pengaduan yang dilakukan Pemprov. Syafrudin Dwi Apriyanto, Sekretaris FKM mengatakan, berbagai kritikan yang muncul tidak perlu ditanggapi secara berlebihan dan sekadar dengan narasi. Semua itu hanya akan menguras energi positif, dan cara menjawab kritik yang elegan ialah dengan kerja nyata di lapangan.
FKM menyarankan agar Gubernur fokus untuk mengevaluasi kinerja setiap dinas dan dinas perlu menambah kecepatan gerak untuk menjalankan program-program unggulan.(wan/ant)
Langganan:
Postingan (Atom)