Senin, Juni 29, 2009

Jembatan Batanghari II



Jembatan Batanghari II Provinsi Jambi

Laporan Keuangan Pemprov Diragukan

MEDIA JAMBI — Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jambi tahun 2008 mulai diragukan sejumlah Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi, karena terungkapnya beberapa kejanggalan. Terutama, terkait banyaknya rekomendasi dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Jambi, Juni 2009 lalu yang tidak sesuai fakta.
“Program pembangunan belum ber­jalan sebagaimana mestinya. Ba­nyak masalah yang harus disele­sai­kan jika melihat rekomendasi BPK RI Perwakilan Jambi,” ujar Sof­yan Pangaribuan, Anggota Fraksi Indonesia Perjuangan pada Sidang Paripurna pandangan akhir fraksi atas Laporan Keuangan Pemerintah Pro­vinsi Jambi, Rabu (24/6).
Kejanggalan tersebut seperti ti­dak jelasnya jumlah dan aliran dana hasil penyewaan alat berat dibawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum. Se­jak tahun 2005 hingga 2008, te­lah dianggarkan dana sebesar Rp 27,7 miliar untuk pembelian 25 alat be­rat. Sementara kontribusi sewa yang berhasil dikumpulkan hanya sekitar Rp 100 juta setiap tahun.
Jumlah ini, menurut Sofyan ha­nya setara satu alat berat selama em­pat bulan. “Jadi uang hasil pe­nye­waan 24 alat berat lain kema­na?,” tanya Sofyan. Dalam Laporan Keuangan APBD Provinsi Jambi, ju­ga tidak disebutkan arah penggu­na­an uang sewa tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan Ko­misi III Bidang Pembangunan DPRD Provinsi Jambi memperli­hat­kan, alat berat jarang berada di Di­nas Pekerjaan Umum karena ter­pakai atau disewa untuk satu pe­kerjaan.
Sehingga dipastikan, terdapat po­tensi kerugian negara akibat ti­dak diketahuinya jumlah dan peng­gunaan uang hasil sewa tersebut. “Ji­ka disebutkan, uang sewa digu­na­kan untuk pemeliharaan jalan yang tidak dianggarkan dalam APBD maupun APBN, hal ini tidak da­pat dibenarkan,” ujar Sofyan.
Mengingat dana pengerjaan ja­lan sudah termasuk dana pemeli­ha­raannya. Apalagi, dana pemeli­ha­raan jalan selalu dianggarkan dalam APBD maupun APBN setiap tahun.
Kejanggalan lain yang diungkap ini yaitu pelepasan aset tanah milik Pemerintah Provinsi senilai Rp 11,113 miliar. Dalam ketentuan per­aturan perundang-undangan dise­but­kan, pelepasan aset daerah le­bih dari Rp 5 miliar harus melalui per­setujuan Dewan.
Sejauh ini, lanjut Sofyan dalam pandangan akhir fraksinya, Dewan tidak pernah menerima pemberi­ta­huan maupun diminta persetujuan terkait pelepasan aset tersebut. Frak­si PDIP, telah coba mengkla­ri­fikasi permasalahan ini bersama SKPD terkait.
“Namun SKPD tersebut tidak meng­hadiri undangan dewan untuk kla­rifikasi,” ujarnya. Hal terakhir yang menjadi sorotan Fraksi terkait pembangunan Jembatan Batang­hari II. Dokumen yang dikumpulkan Fraksi maupun Komisi III menye­but­kan, kontrak pembangunan jembatan tidak termasuk pengas­palan sepanjang 1.500 meter.
“Kontrak pekerjaan hanya pada pengecoran lantai jembatan bila sudah tersambung,” katanya. Un­tuk pengaspalan, dibutuhkan dana tambahan yang tidak dianggarkan dalam APBD Murni tahun 2009. Sum­ber dana tambahan, hanya bisa di­ambil dari dana APBD Perubahan tahun 2009. “Artinya, sampai akhir ta­hun 2009 jembatan ini tidak akan selesai 100 persen,” kata Sofyan. Fraksi ini juga menyesalkan, masih ditunjuknya rekanan yang telah di black list BPK untuk mengerjakan satu proyek pemerintah.
Ketua BPK RI Perwakilan Jambi, Erwin usai Sidang mengatakan, sisi ad­ministrasi pada pengerjaan Jembatan Batanghari II tergolong ba­gus. Tapi kesalahan fatal, menu­rut Erwin memang sudah terjadi sejak awal pembangunan tahun 2003 lalu.
Kesalahan ini terkait sistem mul­ti­years yang diterapkan dalam pem­bangunannya. “Tapi sistem da­na multiyears nya hanya sepa­ruh,” ujarnya. Seharusnya, dana untuk pembangunnya harus diper­si­apkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Temuan BPK yang diungkap se­jumlah Fraksi dalam Sidang Pari­purna, menurut Erwin harus mampu ditindaklanjuti oleh Gubernur Jam­bi dan tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. “Kita harus membangun sis­tem kedepan, sehingga tindak lan­jut temuan BPK tidak diabai­kan,” ujar Erwin.
Kepala Inspektorat Provinsi Jam­bi, Fauzi Syam yang coba di­hu­bungi Media Jambi, Sabtu dan Minggu via telepon, tidak juga mem­beri jawaban. Ponsel yang di­hubungi tidak aktif, disamping pe­san singkat yang dikirim untuk kon­firmasi juga tidak dibalas.(jun)

Batanghari II Masuk Tahap Penindakan

MEDIAJAMBI — Jembatan Ba­tang­hari II kini memasuki episode baru. Setelah mendapat sorotan ta­jam berulangkali karena tak kun­jung selesai dibangun, kini, jeratan hokum menanti. Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi (KPK) sudah me­nindak lanjuti pengaduan masya­rakat (Dumas) ke tahap penin­dakan.
Deputi Bidang Pengawasan In­ter­nal dan Pengaduan Masyarakat melalui nota dinas nomor: ND-476/40-43/05/2009 tanggal 12 Mei 2009 meneruskan berkas pengaduan ke­pada Bidang Penindakan KPK se­ba­gai bahan kegiatan koordinasi dan supervisi. Surat yang ditu­ju­kan kepada pelapor LSM Jaringan Rak­yat Anti Korupsi (Jarak) yang diketuai M Hasan ditandatangani oleh Handoyo Sudradjat, a.n Pim­pinan, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masya­rakat.
Ketua LSM Jarak M Hasan saat dihubungi Media Jambi Sabtu ke­ma­rin mengatakan, menerima surat dari KPK itu tertanggal 25 Mei de­ngan nomor surat : R-2090/40-43/05/2009. “Surat ini langsung saya jem­put ke Jakarta, kantor KPK Ja­lan HR Rasuna Said. Terus terang saya tidak mau kasus Batanghari II bisa lolos, makanya saya tongkro­ngi terus,” ungkapnya.
Dikatakannya, apabila nantinya KPK turun mengungkap kasus Ba­tang­hari II, makanya cukup banyak pihak-pihak tertentu—yang ter­se­ret dan terlibat. “Saya yakin kasus penyimpangan pada megaproyek Ba­tanghari II akan terbongkar. Ka­rena KPK tidak bisa diajak kompro­mi,” ucapnya.
LSM Jarak yang sudah lama me­ngikuti pembangunan Jembatan Ba­tanghari menduga ada penyim­pa­ngan dalam penggunaan angga­rannya. Karena proyek yang mulai dibangun tahun 2003 oleh PT Hu­ta­ma Karya, PT Pembangunan Peru­ma­han dan PT Agro Budi Karya Mar­ga (joint operation) dengan ang­garan Rp 94 miliar dan mem­beng­kak menjadi Rp 161 miliar.
“Dari sinilah kita memper­ta­nyakannya ada apa dibalik ini se­mua. Apalagi, ada kesan pihak Dinas Kimpraswil tidak transparan dan seperti menutup-nutupi dalam hal penggunaan anggarannya,” ujar Hasan. “Kita semua berharap, agar KPK segera melakukan
penindakan terhadap oknum-ok­­num pejabat, tanpa pan­dang bulu siapa dia,” tandas­nya.
Sumber Media Jambi me­nye­­butkan, ditingkatkannya da­ri Du­mas ke penindakan ber­arti menun­jukkan keseri­us­an KPK—untuk meng­ung­kap dugaan korupsi pada Batanghari II. “Upaya KPK untuk me­ngungkap dugaan korupsi ini pa­tut kita dukung. Betapa tidak, ka­rena selama ini pengaduan tentang duga­an korupsi Batanghari ke insti­tusi penegak hukum di Jambi mandul,” ujar sumber itu.

Nyatakan Gagal
Sementara itu, sekitar 40 per­wa­kilan ma­hasiswa terga­bung dalam Perge­rakan Ma­ha­siswa Islam Indonesia dan Badan Eksekutif Mahasiswa IAIN STS Jambi, menyatakan pro­yek pembangunan Jem­bat­an Ba­tang­hari II Gagal.
Dalam aksi unjuk rasa yang di­gelar di Kantor Gu­bernur Jambi, Se­lasa (23/6), Ketua Umum PMII Jambi, Abdul Madjid mengatakan, jadwal penyelesaian jem­bat­an Ba­tanghari II semakin tidak pasti. “Jem­batan ditargetkan selesai da­lam 760 hari, namun sa­at ini belum terealisasi seba­gaimana mestinya,” ujar Madjid.
Apalagi, dari perkiraan dana awal Rp 94,045 miliar, membengkak hingga Rp 161, 392 miliar. Dengan dana ber­tam­bah hingga dua kali lipat, menurutnya lebih dari cukup untuk menyelesaikan pemba­ngu­­nannya.
“Bahkan pemerintah pusat tidak la­gi memberikan ban­tuan untuk kelanjutan pemba­ngu­nannya,” tam­bah Madjid. Gu­bernur Jambi, m­enurut Ma­hasiswa ikut bertang­gung­jawab atas keterlam­bat­an pe­nyelesaiannya. Terle­bih, beberapa kali janji pe­nyelesaian disampaikan Gu­ber­nur Jambi, Zulkifli Nurdin.
Presiden BEM IAIN, Afri­yoga Felmi mengatakan, Gu­bernur harus mampu bertin­dak tegas terhadap pe­jabat yang berwenang dalam pem­bangunan megaproyek ini. “Gubernur harus tegas, pecat Ka­dis Kimpraswil,” ujar para maha­siswa.
Mahasiwa juga meminta, Badan Pe­meriksa Keuangan Perwakilan Jam­bi meng audit penggunaan anggaran pem­ba­ngunannya. Di­sam­ping KPK mengusut tuntas se­mua penyelesengan dana dalam proyek ini.
Mahasiswa juga menilai, proyek Batanghari II menjadi alat bagi komersialisasi rak­yat. Dalam ben­tuk penam­bahan dana yang terjadi se­tiap tahun.
Asisten II, M Zubaidi AR dan Asis­ten III, Satria Budhi yang menemui mahasiswa tersebut memberikan sejum­lah pernyataan.
“Kami terus melakukan per­ce­pa­tan, sesuai hukum kontrak, 31 Agus­tus 2009 ha­rus selesai,” ujar Satria. Juga dikatakan, tidak ada penam­ba­han dana baru untuk pe­nye­­le­saian pembangunan jembatan ini.
Meski demikian, Satria tidak dapat menyebutkan alasan keter­lam­batan pe­nyelesaiannya saat di­tanya mahasiswa. “Kalau masalah teknis, Kadis Kimpraswil yang le­bih tahu,” katanya.

Salahi Undang-undang
Tenaga ahli Komisi III DPRD Pro­vinsi Jambi, Anas S Nha­ora menga­takan, rencana pem­bangunan Jem­bat­an Ba­tang­hari II sudah menya­la­hi un­dang-undang. Sistem mul­ti­­years yang diterapkan da­lam pem­bangunan, seharus­nya menjadi satu kesatuan kon­trak dari awal.
Sesuai Undang-undang no­mor 18 tahun 1999 tentang Ja­sa Kons­truksi. Dalam per­aturan disebut­kan, pemba­ngu­nan jembatan harus dila­ku­kan dalam satu kesatuan kon­truksi yang tidak dapat dipisah-pi­sahkan dari kegiat­an konstruksi.
“Pada kenyataanya, disisi pe­lak­sa­naan kontrak dibuat tahun pertahun. Sehingga per­tanggung­ja­waban juga ada setiap tahun,” ujar Anas. Se­harusnya, harus di­buat sa­tu kontrak dari awal hingga se­lesai. Namun setiap tahun, dibuat kembali suplemen kontrak yang menjadi bagian dari kontrak awal.
Kedatangan tenaga ahli ke lokasi proyek beberapa waktu lalu memperlihatkan, hanya terdapat beberapa pekerja di­bagian baja lengkung. Se­dang­kan di base camp sendiri, tidak terdapat dokumentasi proyek sebagai gambaran progres pembangunannya. (wan/jun)

Temuan BPK RI

Kerugian Daerah Ratusan Miliar

MEDIA JAMBI — Ratusan miliar dana APBD Provinsi Jambi bakal me­nguap dan sia-sia akibat belum di­tindaklanjutinya temuan 58 te­muan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jambi sejak tahun 2003 hingga tahun 2008 ini. Banyak pejabat yang terkait de­ngan temuan itu, tidak peduli dan me­ngancam ketidakpercayaan pub­lik terhadap tata kelola peme­rintahan.
Gubernur, selaku pemegang ke­bi­jakan direkomendasikan segera menyelesaikan setiap temuan un­tuk transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan keuangan da­erah.
Kepala BPK Perwakilan Jambi, Er­win SH Mhum kepada Media Jam­bi, Rabu (24/6) lalu menga­takan, belum ditindaklanjutinya beberapa rekomendasi tidak sesuai Undang-un­dang Nomor 15 tahun 2004, ten­tang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan. Hal ini ter­jadi, akibat ketidakpedulian pe­jabat dalam menindaklanjutinya. Ter­masuk, inspektur Wilayah Jambi be­lum optimal mengkoordinasikan pe­nyelesaian tindak lanjut dari pejabat terkait.
Padahal jika kondisi ini terus ber­lanjut, dapat menimbulkan ketidak­per­cayaan masyarakat terhadap upa­ya penegakan tata kelola peme­rintahan yang baik disisi akunta­bi­litas dan transparansi. “Pihak BPK RI, hanya berwenang melakukan pe­meriksaan, melaporkan temuan dan merekomendasikan gubernur un­tuk menyelesaikan setiap temu­an yang ada,” ujar Erwin.
Erwin juga menyesalkan, belum efektifnya pelaksanaan UU terse­but di lapangan. Padahal, dalam UU disebutkan, adanya ancaman pi­dana atau denda jika temuan tidak ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari sejak rekomendasi disampaikan.
Namun demikian, tidak menutup ke­mungkinan setiap temuan akan di­tindaklanjuti aparat penegak hu­kum lain seperti Kejaksaan dan Ke­polisian. Jika memang cukup bukti dan alat bahwa temuan terindikasi merugikan keuangan daerah.
Setiap temuan, di ekspose di web­site BPK. Dari sana, jika Kejak­saan maupun Kepolisian menilai ada unsur pidana atau perdata, BPK siap memberi­kan keterangan dan data tambahan.
“Namun sampai sekarang, BPK hanya sebatas melakukan pemerik­sa­an terhadap semua laporan keuangan dan belanja daerah,” tambahnya.
Asisten Intel Kejari Jambi, Andi Muhammad Iqbal mengatakan, se­jauh ini pihaknya belum menerima audit BPK, sehingga belum bisa bertindak banyak. “Jika audit BPK telah kami terima, maka akan kami pelajari terlebih dahulu,” katanya. kepada Media Jambi, Jum’at pekan lalu.Pihaknya tidak mau terburu-buru dalam menangani kasus ini. Temuan harus dipelajari terlebih dahulu untuk mengetahui ada atau tidak tindakan pidana yang terjadi. (joe/jun)