Kamis, Juni 25, 2009

Jelang Pilpres, Panwas Hadapi Banyak Kendala

MEDIA JAMBI--Menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden 8 Juli, sejumlah permasalahan masih dihadapi pihak penyelenggara pemilu. Sehingga berpotensi terjadi pelanggaran dan kecurangan dalam pelaksanaannya. Dibutuhkan upaya preventif dan antisipatif banyak pihak guna meminimalkan terjadinya pelanggaran pemilu.
Demikian terungkap pada Forum Diskusi Politik yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bankesbang linmas) Kota Jambi, Kamis (25/6).
Anggota Panitia Pengawas Kota Jambi, Isman mengatakan, dugaan pelanggaran pemilu masih didominasi penggelembungan dan pengubahan hasil rekapitulasi perhitungan suara. Politik uang, kampanye diluar jadwal dan melibatkan anak-anak.
“Empat hal ini akan mendominasi dugaan pelanggaran pemilu,” ujas Isman. Pihaknya, akan melakukan pengawasan secara acak sasaran yang berpotensi besar terjadi pelanggaran. Panwas, juga masih dihadapkan pada kendala rancunya penetapan Daftar Pemilih Tetap. Hal ini, menurut Isman terbukti masih adanya warga yang belum terdata dalam DPT.
Sedangkan di internal tim sukses, telah terjadi pelanggaran dengan memasang atribut calon pasangan presiden pada jalan-jalan protokol. Sedangkan Panwas, menurut Isman tidak memiliki kewenangan mencabut langsung atribut kampanye yang telah jelas melanggar aturan dalam berkampanye.
Panwas hanya melaporkan telah terjadi pelanggaran tempat pemasangan atribut kampanye ke KPU Kota. “Sayangnya, pelanggaran itu hanya bersifat administrasi,” sambung Isman. Sedangkan sanksi pelanggaran administrasi, tidak diatur tegas dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang sanksi administrasi. Sehingga timbul kecenderungan, tim tim sukses mengabaikan aturan yang ditetapkan untuk berkampanye.
Permasalahan lain, yaitu belum dilaksanakannya Bimbingan Teknis dari KPU Kota Jambi kepada Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara.
Bintek menjadi penting, mengingat sejumlah masalah yang pernah terjadi pada Pemilihan Legislatif April lalu. Seperti banyak KPPS yang tidak mengetahui cara penghitungan dan pengisian formulir sertifikat hasil perhitungan suara (formulir C1).
62 Petugas Pengawas Lapangan yang ada, juga tidak mencukupi kebutuhan pengawasan maksimal di tiap TPS. “Padahal, jumlah TPS yang harus diawasi mencapai 1.333 TPS,” ujar Isman.
Anggota PPK Kecamatan Jambi Timur, Syamsi mengatakan, masih ada PPS yang tidak mengetahui PPL di kelurahannya masing-masing. Kondisi ini membuat koordinasi antar PPS, PPL dan Panwas menjadi tidak terjalin.
“Disamping masih banyak formulir C1 yang hilang di jalan,” ungkap Syamsi. Pengalaman ini, menuntut pihak KPU dan Panwas mampu memberi bimbingan teknis pelaksanaan menjelang Pilpres mendatang.

1.014 Personil Kepolisian
Kepolisian Kota Besar Jambi, menyiapkan 1.014 personil yang akan diterjunkan guna mengamankan pelaksanaan Pilpres. Kekuatan ini akan dibantu 9 personil Satgas intel, 31 Satgas preventif, 12 satgas Gakkum, 9 Satgas Propam, 6 Satgs Rolakir dan tujuh Satgas Bantuan Operasi.
“Juga akan ditempatkan 134 anggota TNI dan 2.678 hansip tersebar di delapan Kecamatan di Kota Jambi,” ujar Trisno R, Kabag Ops Poltabes Jambi dalam paparannya. Sejumlah operasi, juga akan dilakukan menjelang, saat pelaksanaan dan setelah masa pemungutan suara.
Operasi dimaksud, yaitu operasi Pekat Siginjai, Operasi Simpatik 2009, operasi Zebra Siginjai, Operasi Jaran Siginjai 2009 dan Operasi Patuh Siginjai 2009. Operasi dilakukan, untuk mengantisipasi timbulnya gejolak dan kemungkinan tindakan kriminal saat pilpres.
“Poltabes juga memberdayakan da’i Kamtibmas untuk mensukseskan pemilu 2009 dengan cara tidak golput,” ujar Trisno.(jun)

Selasa, Juni 23, 2009

Oknum Anggota Brimob Disidangkan

SIDANG Perdana perkara kasus penganiayaan yang melibatkan oknum Brimob Polda Jambi dan Anggota TNI Kompi C Sungai Kambang, digelar di Pengadilan Negeri Jambi, Senin (22/6).
Dalam sidang dakwaan nomor perkara 308/PIDD.B/2009/Pn Jbi ini, terdakwa Tazarmi bin Zainun, anggota Brimob Polda Jambi hadir didampingi empat pengacara dengan pengawalan ketat puluhan aparat Brimob di sekitar ruangan sidang
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum, Ramdoni, disebudtkan kronologis kejadian yang melibatkan dua aparat penegak hukum tersebut. Kejadian berawal kendaraan terdakwa dan korban bersenggolan di Lorong Asia RT 27 Kota Jambi, Minggu (19/4) lalu. Timbul keributan antar keduanya yang berujung pada saling baku hantam.
“Setelah korban jatuh, terdakwa mengambil sebilah belati dari pinggang dan menikam bagian dagu dan dada korban,” ujar Ramdoni dalam dakwaannya. Korban dimaksud, yaitu Satria Dintara, Anggota TNI Kambang Jambi.
Setelah itu, lanjut Ramdoni, terdakwa kembali menikam pinggul dan perut korban masing-masing satu kali. Hasil visum yang dikeluarkan dokter tanggal 21 April 2009 menyebutkan, terjadi luka akibat benda tajam di beberapa bagian tubuh dan robekan pada usus halus korban.
Terhadap segala dakwaan, JPU mengenakan terdakwa pasal 351 ayat (2) tentang penganiayaan. Usai membacakan dakwaan, Hakim ketua Hidayat Hasyim, Elly Noeryasmien dan Saiful Arif masing-masing hakim anggota, meminta tanggapan kepada tim kuasa hukum terdakwa.
Terhadap permintaan itu, pengacara mengatakan tidak mengajukan eksepsi atas segala dakwaan yang dibacakan Jaksa di persidangan. “Kami tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan. Silahkan lanjutkan ke sidang pembuktian,” ujar Desrizal, salah seorang pengacara terdakwa. (jun)

Pesona Roro Endah Nirweni


Ny Roro Endah Nirwani Bambang Priyanto
Cari Enaknya Sajalah....

Meski disibukkan dengan sejumlah aktivitas, namun perhatian terhadap keluarga tak pernah dilupakan. Sebut saja, mengurus anak masuk sekolah, seperti layaknya ibu rumah tangga lain tetap menjadi tugas yang harus dikerjakannya.

Tak jarang, ia harus berkejaran dengan waktu untuk mengikuti banyak kegiatan yang telah dijadwalkan. Apalagi saat ini, ditengah anak libur, ia juga harus menyempatkan diri mengurus sekolah anaknya.

Bagi bu Wali, tidak merasa ada perubahan, baik sebelum maupun sesudah menjadi istri seorang Walikota. Pasalnya, kesibukan di Apotik, berurusan dengan sejumlah produk obat-obatan membuatnya terbiasa menjalani waktu dalam rutinitas yang padat.

Meski demikian, ada hal lain yang kini dirasakannya sejak menjadi seorang first lady nya Kota Jambi. Jika sebelumnya biasa bergabung bersama ibu-ibu yang lain, kini ia “diwajibkan” duduk di depan untuk memberi kata sambutan misalnya. “Rasanya, biasanya selama ini ngobrol lepas, sekarang sudah terpaku ya,” ujarnya.

“Dulu juga biasa pakai sandal ke pasar, sekarang aduh gimana ya,” ujarnya dengan logat Jawa yang kental. Perubahan busana, juga dirasakan wanita kelahiran Gombong, Jawa Tengah tahun 1952 ini.

Pasalnya, sejak bersosialisasi sebelum Pilkada, ia sudah terbiasa menggunakan kerudung. “Sebetulnya belum siap, tapi jadinya keterusan,” ujarnya. Satu falsafah yang diyakini bu Roro, yaitu keyakinan dalam hati untuk tetap menunjukkan yang terbaik bagi orang banyak.

Hal menarik yang menurutnya terjadi, ia justru tidak merasakan perbedaan yang berarti, baik sebelum maupun sesudah menjadi istri walikota. Kesibukan Bambang Priyanto sebagai Walikota, tidak lantas membuatnya melupakan tugas sebagai seorang istri.

“Bapak makannya tidak cerewet. Sarapan cukup dengan roti, itu pun kalau tidak disendokkan ya tidak makan,” ujarnya tersenyum lembut. Termasuk menyiapkan pakaian dan keperluan sehari-hari.

“Apa adanya saja. Apalagi dari dulu sudah bisa memahami bagaimana orang prihatin,” ujarnya. Walhasil, sikap ini mengkristal dalam falsafah hidup sederhana mensyukuri apa yang ada.

Kehidupan ini, menurut ibu empat anak ini tidak lain seperti sandiwara dunia. Yang terpenting, bagaimana bisa membentengi diri dari cerita dunia. “Dibikin enak sajalah, yang mengerjakan enak, yang melihat juga enak,” ungkap bu Roro.

Satu penilaian menarik diutarakan bu Roro. Wanita, sudah lebih berani mengeluarkan pendapat. Peran wanita juga semakin muncul dalam bentuk emansipasi dan keseteraan gender.

Satu hal yang disesalkan, masih adanya istilah menomorduakan peran istri dalam rumah tangga. “Peran PKK, yaitu mengoptimalkan peran wanita, tidak saja dalam rumah tangga, namun juga dalam pembangunan,” tegas wanita, yang dipanggil mami oleh keempat cucunya ini.
Perseteruan Eksekutif dan Legislatif Memanas

MEDIA JAMBI—Silang pendapat dan perseteruan yang terjadi di tubuh pemerintahan Provinsi Jambi sejak awal Juni 2009 lalu semakin memuncak. Akumulasi permasalahan yang terjadi antara unsur Eksekutif dan Legislatif, berujung di dua tempat. Yaitu Badan Kehormatan DPRD Provinsi Jambi dan Kepolisian Daerah Jambi data baru
Sebagaimana diketahui, permasalahan berawal saat Sidang Paripurna DPRD Provinsi Jambi, membahas penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Jambi atas Laporan Keuangan Provinsi Jambi tahun 2008. Kekisruhan sempat terjadi usai sidang akibat sejumlah pendemo yang hendak bertemu Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin.
Terjadi silang pendapat pada suasana itu, terkait kebenaran tuduhan siapa yang menjadi provokator atas aksi demo itu. Soewarno Surinta, Wakil Ketua DPRD akhirnya melaporkan tindakan Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin atas tindakan pencemaran nama baik ke Mapolda Jambi, Rabu (3/6).
Tidak hanya melayangkan pengaduan, dihadapan sejumlah wartawan—Suwarno juga menilai kinerja gubernur selama sepuluh tahun terakhir tidak membuahkan hasil. Pernyataan ini, ternyata memancing reaksi sejumlah pihak, terutama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Jambi.
Pernyataan reaksi ini, kemudian terwujud dalam sebuah surat pengaduan dugaan pelanggaran kode etik DPRD, oleh wakil ketua DPRD Provinsi Jambi Soewarno Surinta. Pengaduan dilayangkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Jambi, Rabu (17/6) lalu.
Dalam surat pengaduan setebal 11 halaman ini, bertindak sebagai pelapor ditandatangani Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin, diikuti tanda tangan 48 pejabat lain. Empat nama dalam surat tersebut tidak ikut menandatangani. Diantaranya Kepala Badan Koordinasi Penyuluhan dan ketahanan pangan, Ir Asnofidal, Kepala kantor perwakilan, Dra Lutfia, Kepala Dinas PU, Ir Nino Guritno dan Kadis Pendidikan, Rahmad Derita.
Tidak hanya ke BK DPRD, Para pelapor juga menembuskan surat pengaduan ke Presiden RI di Jakarta dan Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta.
Empat permintaan yang diajukan dalam surat tersebut. Diantaranya meminta BK untuk memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap Soewarno Surinta sesuai pasal 57 Keputusan DPRD Provinsi J ambi tentang peraturan Tatib DPRD. Permintaan kedua, agar BK memutuskan dan menyatakan bahwa Suwarno Soerinta melanggar tatib dan kode etik DPRD Provinsi Jambi.
Para pelapor meminta agar BK mengumumkan secara terbuka hasil pemeriksaan BK terhadap dugaan pelanggaran Tatib. Serta memberikan sanksi pemberhentian Sebagai anggota DPRD kepada Suwarno Soerinta yang terbukti melakuan pelanggaran peraturan Tatib dan Kode etik DPRD Provinsi Jambi.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Soewarno Surinta yang ditemui Kamis (18/6) lalu mengatakan, menjadi tugas DPRD untuk melakukan kontrol terhadap pihak eksekutif. “Jika tidak boleh mengontrol eksekutif, apa lagi tugas DPRD,” ujar Suwarno.
Terkait permintaan dalan surat pengaduan akan pemecatan dirinya dari wakil ketua DPRD, Suwarno mengatakan BK DPRD Provinsi Jambi tidak bisa serta merta memecatnya. Sebab ada mekanisme yang harus di jalani. “Saya serahkan sepenuhnya pada BK DPRD,” katanya
Ketua BK DPRD Provinsi Jambi, Haris Fadilah mengatakan, persoalan ini akan dirembukkan terlebih dahulu oleh BK. “Partai politik lah yang selanjutnya melakukan recall terhadap Soewarno,” ujar Haris. Juga disebutkan, awal pemeriksaan akan dilakukan Senin (22/6). Dengan turut menghadirkan saksi wartawan yang ikut mendengarkan pernyataan Suwarno di Mapolda Jambi, Rabu (3/6) lalu.

Sejarah Pertama di Jambi
Wartawan Senior Jambi Post, Daniel Sijan mengatakan, menjadi sejarah pertama di Provinsi Jambi terjadinya pengaduan yang dilayangkan SKPD terhadap anggota dewan. Dimana pengaduan itu dilakukan secara bersamaan dan dikoordinir secara tertulis.
“Sah-sah saja mengajukan keberatan, tapi tidak perlu membawa banyak pihak terlibat didalamnya,” ujar Daniel, Sabtu (20/6) lalu. Dampak lebih jauh dari pengaduan, akan menyebabkan kurang harmonisnya hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Jambi.
Dampak kedua, menurutnya adalah ancaman bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat dan kebebasan untuk memperoleh informasi. “Karena memang selama ini, rakyat lebih banyak memperoleh informasi dari legislatif ketimbang SKPD,” ujarnya.
Bahkan, kondisi ini dikhawatirkan dapat membuat suasana menjelang Pemilihan Presiden menjadi tidak kondusif. Menjadi tugas pemimpin, untuk menenangkan suasana dan tidak bersikap reaktif menghadapi satu kejadian. “Bukan malah membuat suasana menjadi lebih runyam,” tambahnya.
Apalagi, seorang kepala daerah harus siap menerima kritik, terlebih dari anggota dewan. Menurutnya, Gubernur tidak perlu menanggapi secara reaktif setiap pernyataan yang dilontarkan anggota dewan. Terlebih, banyak pekerjaan pembangunan yang masih harus diselesaikan. Dikhawatirkan, jika hal ini berlanjut terus akan membawa dampak buruk bagi lancarnya jalan pemerintahan di Provinsi Jambi.
Dikatakan pula, menjadi hak ketua dewan memanggil dan meminta keterangan terkait pernyataan yang dilontarkan salah seorang
Pengamat hukum Universitas Jambi, Dasril Radjab mengatakan, pengaduan yang dilakukan akibat satu perbuatan tidak menyenangkan, maupun pencemaran nama baik memang diatur dalam undang-undang. Maka menjadi sah, jika pelapor mengajukan tuntutan ke Kepolisian Daerah seperti yang dilakukan Suwarno Soerinta beberapa waktu lalu.
Meski demikian, apakah laporan itu memenuhi unsur pidana atau tidak, semuanya setelah melalui pemeriksaan polisi. “Apakah tuntutan itu memenuhi unsur atau tidak,” ujarnya.
Termasuk pengaduan yang dilaporkan ke BK DPRD oleh Gubernur dan SKPD nya. Menurut Dasril, BK dapat bertindak untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Namun tetap saja, menjadi kewajiban BK untuk menindaklanjuti laporan dimaksud.
“BK bisa merekomendasi parpol untuk memberhentikan anggota dewan yang dilaporkan tersebut,” tambanya. Namun Dasril melihat, hal ini penuh nuansa politis dan sebagai upaya terapi kepada anggota Dewan di DPRD Provinsi Jambi.(jun)