Selasa, Juni 23, 2009

Perseteruan Eksekutif dan Legislatif Memanas

MEDIA JAMBI—Silang pendapat dan perseteruan yang terjadi di tubuh pemerintahan Provinsi Jambi sejak awal Juni 2009 lalu semakin memuncak. Akumulasi permasalahan yang terjadi antara unsur Eksekutif dan Legislatif, berujung di dua tempat. Yaitu Badan Kehormatan DPRD Provinsi Jambi dan Kepolisian Daerah Jambi data baru
Sebagaimana diketahui, permasalahan berawal saat Sidang Paripurna DPRD Provinsi Jambi, membahas penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Jambi atas Laporan Keuangan Provinsi Jambi tahun 2008. Kekisruhan sempat terjadi usai sidang akibat sejumlah pendemo yang hendak bertemu Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin.
Terjadi silang pendapat pada suasana itu, terkait kebenaran tuduhan siapa yang menjadi provokator atas aksi demo itu. Soewarno Surinta, Wakil Ketua DPRD akhirnya melaporkan tindakan Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin atas tindakan pencemaran nama baik ke Mapolda Jambi, Rabu (3/6).
Tidak hanya melayangkan pengaduan, dihadapan sejumlah wartawan—Suwarno juga menilai kinerja gubernur selama sepuluh tahun terakhir tidak membuahkan hasil. Pernyataan ini, ternyata memancing reaksi sejumlah pihak, terutama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Jambi.
Pernyataan reaksi ini, kemudian terwujud dalam sebuah surat pengaduan dugaan pelanggaran kode etik DPRD, oleh wakil ketua DPRD Provinsi Jambi Soewarno Surinta. Pengaduan dilayangkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Jambi, Rabu (17/6) lalu.
Dalam surat pengaduan setebal 11 halaman ini, bertindak sebagai pelapor ditandatangani Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin, diikuti tanda tangan 48 pejabat lain. Empat nama dalam surat tersebut tidak ikut menandatangani. Diantaranya Kepala Badan Koordinasi Penyuluhan dan ketahanan pangan, Ir Asnofidal, Kepala kantor perwakilan, Dra Lutfia, Kepala Dinas PU, Ir Nino Guritno dan Kadis Pendidikan, Rahmad Derita.
Tidak hanya ke BK DPRD, Para pelapor juga menembuskan surat pengaduan ke Presiden RI di Jakarta dan Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta.
Empat permintaan yang diajukan dalam surat tersebut. Diantaranya meminta BK untuk memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap Soewarno Surinta sesuai pasal 57 Keputusan DPRD Provinsi J ambi tentang peraturan Tatib DPRD. Permintaan kedua, agar BK memutuskan dan menyatakan bahwa Suwarno Soerinta melanggar tatib dan kode etik DPRD Provinsi Jambi.
Para pelapor meminta agar BK mengumumkan secara terbuka hasil pemeriksaan BK terhadap dugaan pelanggaran Tatib. Serta memberikan sanksi pemberhentian Sebagai anggota DPRD kepada Suwarno Soerinta yang terbukti melakuan pelanggaran peraturan Tatib dan Kode etik DPRD Provinsi Jambi.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Soewarno Surinta yang ditemui Kamis (18/6) lalu mengatakan, menjadi tugas DPRD untuk melakukan kontrol terhadap pihak eksekutif. “Jika tidak boleh mengontrol eksekutif, apa lagi tugas DPRD,” ujar Suwarno.
Terkait permintaan dalan surat pengaduan akan pemecatan dirinya dari wakil ketua DPRD, Suwarno mengatakan BK DPRD Provinsi Jambi tidak bisa serta merta memecatnya. Sebab ada mekanisme yang harus di jalani. “Saya serahkan sepenuhnya pada BK DPRD,” katanya
Ketua BK DPRD Provinsi Jambi, Haris Fadilah mengatakan, persoalan ini akan dirembukkan terlebih dahulu oleh BK. “Partai politik lah yang selanjutnya melakukan recall terhadap Soewarno,” ujar Haris. Juga disebutkan, awal pemeriksaan akan dilakukan Senin (22/6). Dengan turut menghadirkan saksi wartawan yang ikut mendengarkan pernyataan Suwarno di Mapolda Jambi, Rabu (3/6) lalu.

Sejarah Pertama di Jambi
Wartawan Senior Jambi Post, Daniel Sijan mengatakan, menjadi sejarah pertama di Provinsi Jambi terjadinya pengaduan yang dilayangkan SKPD terhadap anggota dewan. Dimana pengaduan itu dilakukan secara bersamaan dan dikoordinir secara tertulis.
“Sah-sah saja mengajukan keberatan, tapi tidak perlu membawa banyak pihak terlibat didalamnya,” ujar Daniel, Sabtu (20/6) lalu. Dampak lebih jauh dari pengaduan, akan menyebabkan kurang harmonisnya hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Jambi.
Dampak kedua, menurutnya adalah ancaman bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat dan kebebasan untuk memperoleh informasi. “Karena memang selama ini, rakyat lebih banyak memperoleh informasi dari legislatif ketimbang SKPD,” ujarnya.
Bahkan, kondisi ini dikhawatirkan dapat membuat suasana menjelang Pemilihan Presiden menjadi tidak kondusif. Menjadi tugas pemimpin, untuk menenangkan suasana dan tidak bersikap reaktif menghadapi satu kejadian. “Bukan malah membuat suasana menjadi lebih runyam,” tambahnya.
Apalagi, seorang kepala daerah harus siap menerima kritik, terlebih dari anggota dewan. Menurutnya, Gubernur tidak perlu menanggapi secara reaktif setiap pernyataan yang dilontarkan anggota dewan. Terlebih, banyak pekerjaan pembangunan yang masih harus diselesaikan. Dikhawatirkan, jika hal ini berlanjut terus akan membawa dampak buruk bagi lancarnya jalan pemerintahan di Provinsi Jambi.
Dikatakan pula, menjadi hak ketua dewan memanggil dan meminta keterangan terkait pernyataan yang dilontarkan salah seorang
Pengamat hukum Universitas Jambi, Dasril Radjab mengatakan, pengaduan yang dilakukan akibat satu perbuatan tidak menyenangkan, maupun pencemaran nama baik memang diatur dalam undang-undang. Maka menjadi sah, jika pelapor mengajukan tuntutan ke Kepolisian Daerah seperti yang dilakukan Suwarno Soerinta beberapa waktu lalu.
Meski demikian, apakah laporan itu memenuhi unsur pidana atau tidak, semuanya setelah melalui pemeriksaan polisi. “Apakah tuntutan itu memenuhi unsur atau tidak,” ujarnya.
Termasuk pengaduan yang dilaporkan ke BK DPRD oleh Gubernur dan SKPD nya. Menurut Dasril, BK dapat bertindak untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Namun tetap saja, menjadi kewajiban BK untuk menindaklanjuti laporan dimaksud.
“BK bisa merekomendasi parpol untuk memberhentikan anggota dewan yang dilaporkan tersebut,” tambanya. Namun Dasril melihat, hal ini penuh nuansa politis dan sebagai upaya terapi kepada anggota Dewan di DPRD Provinsi Jambi.(jun)

Tidak ada komentar: